Budi Pekerti Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dan Interaksinya Terhadap Manusia
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah sebaik-baik teladan bagi umat Islam, hal ini telah dibuktikan oleh beliau dalam interaksinya kepada manusia dari berbagai macam lapisan masyarakat, baik muslim maupun non muslim, anak kecil maupun dewasa, wanita maupun pria, orang jahil maupun pintar, orang yang melakukan dosa maupun ketaatan dan lain sebagainya.
Allah Ta’ala berfirman:
لَقَد كَانَ لَكُم فِي رَسُولِ اللِّهِ أُسوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَن كَانَ يَرجُو الله واليَومَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيراً
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.” (Al-Ahzab:21).
Budi pekerti Rasulullah adalah budi pekerti yang mulia dan luhur, beliau adalah manusia yang paling baik budi pekertinya tiada tandingannya.
Allah Ta’ala berfirman:
وإنّك لعلى خلقٍ عظيم
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur”. (Al-Qalam:4)
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, beliau berkata:
كان رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم أَحْسَنَ النّاس خُلُقاً
“Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah manusia yang paling baik akhlaknya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Budi pekerti beliau adalah budi pekerti Al-Quran. Aisyah radhiyallahu anha ketika ditanya oleh sahabat Hisyam bin Amir radhiyallahu anhu tentang bagaimana akhlak Rasulullah, maka Aisyah berkata: ”Bukankah engkau sering membaca Al-Qur’an?” Beliau menjawab: ”Ya”, Aisyah berkata: Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an.” (HR. Muslim).
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah sosok yang penyantun dan penyayang terhadap orang-orang beriman. Allah Ta’ala berfirman:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (At-Taubah:128).
Allah Ta’ala juga berfirman:
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (Al-Fath:29)
Mari kita simak bagaimana kemuliaan dan keagungan budi pekerti Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang dibuktikan didalam interaksi dan bergaul terhadap manusia. Berikut contoh-contoh kisahnya sebagaimana tercantum didalam hadits:
A. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Dan Orang Badui
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: “Ada seorang A’rab -orang Arab dari daerah pedalaman – kencing dalam masjid, lalu berdirilah orang banyak padanya dengan maksud hendak memberikan tindakan padanya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Biarkanlah orang itu dan di atas kencingnya itu siramkan saja setimba penuh air atau segayung yang berisi air. Karena sesungguhnya saja engkau semua itu dibangkitkan untuk memberikan kemudahandan bukannya engkau semua itu dibangkitkan untuk memberikan kesukaran.” (HR. Al-Bukhari)
وعن أَنس رضي اللَّه عنه قال : كُنتُ أَمْشِي مَعَ رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم وعليه بُردٌ نَجْرَانيٌّ غلِيظُ الحَاشِيةِ ، فأَدركَهُ أَعْرَابيٌّ ، فَجبذهُ بِرِدَائِهِ جَبْذَة شَديدَةً ، فَنظرتُ إلى صفحة عاتِقِ النَّبيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، وقَد أَثَّرَت بِها حَاشِيةُ الرِّداءِ مِنْ شِدَّةِ جَبذَتِهِ ، ثُمَّ قال : يَا مُحَمَّدُ مُرْ لي مِن مالِ اللَّهِ الذي عِندَكَ . فالتَفَتَ إِلَيْه ، فضحِكَ، ثُمَّ أَمر لَهُ بعَطَاءٍ . متفقٌ عليه
Dan dari Anas radhiyallahu anhu, katanya: “Saya berjalan bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam dan beliau mengenakan baju buatan negeri Najran yang kasar tepinya, kemudian beliau disusul oleh seorang A’rab -penduduk negeri Arab bagian pedalaman-, lalu ditariklah selendang beliau itu dengan tarikan yang keras sekali. Saya -Anas- melihat pada tepi leher Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam dan amat membekas sekali tepi pakaian tadi karena amat sangat ditariknya. Selanjutnya orang A’rab itu berkata: “Ya Muhammad, perintahkanlah untuk memberikan padaku sesuatu dari harta Allah yang ada di sisi Tuan.” Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam lalu menoleh pada orang itu terus ketawa dan selanjutnya menyuruh supaya orang tadi diberi sesuatu pemberian sedekah.” (Muttafaqun ‘alaih)
B. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dan Wanita Yang Berzina
Dari Buraidah radhiyallahu anhu dia berkata:
أَنَّ مَاعِزَ بْنَ مَالِكٍ الْأَسْلَمِيَّ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ ظَلَمْتُ نَفْسِي وَزَنَيْتُ وَإِنِّي أُرِيدُ أَنْ تُطَهِّرَنِي, فَرَدَّهُ. فَلَمَّا كَانَ مِنْ الْغَدِ أَتَاهُ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَرَدَّهُ الثَّانِيَةَ. فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ: أَتَعْلَمُونَ بِعَقْلِهِ بَأْسًا تُنْكِرُونَ مِنْهُ شَيْئًا, فَقَالُوا: مَا نَعْلَمُهُ إِلَّا وَفِيَّ الْعَقْلِ مِنْ صَالِحِينَا فِيمَا نُرَى. فَأَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِمْ أَيْضًا فَسَأَلَ عَنْهُ فَأَخْبَرُوهُ أَنَّهُ لَا بَأْسَ بِهِ وَلَا بِعَقْلِهِ. فَلَمَّا كَانَ الرَّابِعَةَ حَفَرَ لَهُ حُفْرَةً ثُمَّ أَمَرَ بِهِ فَرُجِمَ. قَالَ فَجَاءَتْ الْغَامِدِيَّةُ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَطَهِّرْنِي, وَإِنَّهُ رَدَّهَا. فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ تَرُدُّنِي لَعَلَّكَ أَنْ تَرُدَّنِي كَمَا رَدَدْتَ مَاعِزًا فَوَاللَّهِ إِنِّي لَحُبْلَى. قَالَ: إِمَّا لَا, فَاذْهَبِي حَتَّى تَلِدِي. فَلَمَّا وَلَدَتْ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي خِرْقَةٍ قَالَتْ: هَذَا قَدْ وَلَدْتُهُ. قَالَ: اذْهَبِي فَأَرْضِعِيهِ حَتَّى تَفْطِمِيهِ, فَلَمَّا فَطَمَتْهُ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي يَدِهِ كِسْرَةُ خُبْزٍ فَقَالَتْ: هَذَا يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَدْ فَطَمْتُهُ وَقَدْ أَكَلَ الطَّعَامَ. فَدَفَعَ الصَّبِيَّ إِلَى رَجُلٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَحُفِرَ لَهَا إِلَى صَدْرِهَا وَأَمَرَ النَّاسَ فَرَجَمُوهَا. فَيُقْبِلُ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ بِحَجَرٍ فَرَمَى رَأْسَهَا فَتَنَضَّحَ الدَّمُ عَلَى وَجْهِ خَالِدٍ فَسَبَّهَا, فَسَمِعَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبَّهُ إِيَّاهَا فَقَالَ: مَهْلًا يَا خَالِدُ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ. ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَصَلَّى عَلَيْهَا وَدُفِنَتْ
“Ma’iz bin Malik Al Aslami pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menzhalimi diriku, karena aku telah berzina, oleh karena itu aku ingin agar anda berkenan membersihkan diriku.” Namun beliau menolak pengakuannya. Keesokan harinya, dia datang lagi kepada beliau sambil berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina.” Namun beliau tetap menolak pengakuannya yang kedua kalinya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus seseorang untuk menemui kaumnya dengan mengatakan: “Apakah kalian tahu bahwa pada akalnya Ma’iz ada sesuatu yang tidak beres yang kalian ingkari?” mereka menjawab, “Kami tidak yakin jika Ma’iz terganggu pikirannya, setahu kami dia adalah orang yang baik dan masih sehat akalnya.” Untuk ketiga kalinya, Ma’iz bin Malik datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membersihkan dirinya dari dosa zina yang telah diperbuatnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengirimkan seseorang menemui kaumnya untuk menanyakan kondisi akal Ma’iz, namun mereka membetahukan kepada beliau bahwa akalnya sehat dan termasuk orang yang baik. Ketika Ma’iz bin Malik datang keempat kalinya kepada beliau, maka beliau memerintahkan untuk membuat lubang ekskusi bagi Ma’iz. Akhirnya beliau memerintahkan untuk merajamnya, dan hukuman rajam pun dilaksanakan.” Buraidah melanjutkan, “Suatu ketika ada seorang wanita Ghamidiyah datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, diriku telah berzina, oleh karena itu sucikanlah diriku.” Tetapi untuk pertama kalinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menghiraukan bahkan menolak pengakuan wanita tersebut. Keesokan harinya wanita tersebut datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa anda menolak pengakuanku? Sepertinya engkau menolak pengakuanku sebagaimana engkau telah menolak pengakuan Ma’iz. Demi Allah, sekarang ini aku sedang mengandung bayi dari hasil hubungan gelap itu.” Mendengar pengakuan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sekiranya kamu ingin tetap bertaubat, maka pulanglah sampai kamu melahirkan.” Setelah melahirkan, wanita itu datang lagi kepada beliau sambil menggendong bayinya yang dibungkus dengan kain, dia berkata, “Inilah bayi yang telah aku lahirkan.” Beliau lalu bersabda: “Kembali dan susuilah bayimu sampai kamu menyapihnya.” Setelah mamasuki masa sapihannya, wanita itu datang lagi dengan membawa bayinya, sementara di tangan bayi tersebut ada sekerat roti, lalu wanita itu berkata, “Wahai Nabi Allah, bayi kecil ini telah aku sapih, dan dia sudah dapat menikmati makanannya sendiri.” Kemudian beliau memberikan bayi tersebut kepada seseorang di antara kaum muslimin, dan memerintahkan untuk melaksanakan hukuman rajam. Akhirnya wanita itu ditanam dalam tanah hingga sebatas dada. Setelah itu beliau memerintahkan orang-orang supaya melemparinya dengan batu. Sementara itu, Khalid bin Walid ikut serta melempari kepala wanita tersebut dengan batu, tiba-tiba percikan darahnya mengenai wajah Khalid, seketika itu dia mencaci maki wanita tersebut. Ketika mendengar makian Khalid, Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tenangkanlah dirimu wahai Khalid, demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya taubat (seperti) itu dilakukan oleh seorang pemilik al-maks niscaya dosanya akan diampuni.” Setelah itu beliau memerintahkan untuk menyalati jenazahnya dan menguburkannya.” (HR. Muslim no. 1695)
Diriwayatakan dari Abu Nujaid, Imran bin Al Husain Al Khuzai, ia menuturkan, “Bahwasanya ada seorang wanita dari Juhainah pernah datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan hamil lantaran berzina. Ia betkata, “Wahai Rasulullah, aku telah berzina, maka tegakkanlah hadd atasku.” lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanggil wali wanita itu seraya bersabda: “Perlakukanlah wanita ini dengan baik dan apabila ia telah melahirkan, hadirkanlah ia kemari.” Maka dilaksanakanlah oleh walinya pesan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut. Maka setelah wanita itu melahirkan, dibawalah ia ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu beliau memerintahkan untuk mengikat wanita itu dengan pakaiannya dan memerintahkan untuk dirajam. Setelah wanita itu mati, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam men-shalatinya. Umar berkata: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau men-shalatkannya, padahal wanita itu telah berzina?” Beliau menjawab: “Wanita itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya taubatnya itu dibagikan kepada 70 orang penduduk Madinah, niscaya hal itu lebih dari cukup. Apakah engkau pernah menemukan orang yang lebih utama dari orang yang telah menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Allah swt? (HR: Muslim no. 1696)
C. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dan Anak Kecil
Diriwayatkan dari Buraidah radhiyallahu anhu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berkhutbah datanglah Hasan dan Husain sedang berlarian. Sebelum sampai di hadapan sang Nabi, kedua cucu beliau itu terjatuh. Beliau pun menghentikan khutbahnya, mendatangi dan menggendong, lalu meletakkan kedua cucunya di samping beliau berkhutbah. Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Aku melihat kedua anak ini berjalan dan terjatuh,” lanjut beliau, “dan aku tak bisa bersabar sampai aku memotong khutbahku dan mengangkat mereka.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhuma, katanya:
Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam mencium al-Hasan bin Ali radhiallahu ‘anhuma dan di dekat beliau shalallaahu ‘alaihi wasallam itu ada seorang bernama al-Aqra’ bin Habis, lalu al-Aqra’ berkata: “Saya ini mempunyai sepuluh orang anak, belum pernah saya mencium seseorangpun dari mereka itu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
D. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dan Sahabat Yang Meminta Sesuatu Secara Terus Menerus Kepada Rasulullah
Dari Abu Sa`id bin Malik bin Sinan Al-Khudri radhiyallahu anhu. Berkata: “Ada beberapa sahabat Anshar meminta sesuatu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau memberinya, kemudian mereka meminta lagi dan beliau pun mem berinya sehingga habislah apa yang ada pada beliau. Ketika beliau memberikan semua yang ada di tangannya, beliau bersabda kepada mereka : ”Semua kebaikan yang ada padaku tidak akan aku sembunyikan pada kalian. Siapa saja yang menjaga kehormatan dirinya, maka Allah pun akan menjaganya dan siapa saja yang menyabarkan dirinya, maka Allah pun akan memberikan kesabaran.” (Al-Bukhari dan Muslim)
E. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dan Dua Orang Yang Saling Mencela
Dari Sulaiman bin Shurad radhiyallahu anhu, ia berkata : “Saya duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba ada dua orang yang saling memaki, salah seorang di antara mereka merah mukanya dan pertikaian hampir terjadi, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya saya mengetahui sebuah kalimat, apabila kalimat itu dibaca niscaya hilanglah apa yang sedang terjadi ; yaitu apabila ia membaca : “A’UUDZU BILLAAHI MINASYSYAITHAANIRRAJIIM “ (saya berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk ), niscaya hilanglah apa yang sedang terjadi.” Maka para sahabat mengatakan kepada orang yang sedang bertengkar itu : “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh kalian supaya berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk .” (HR. Bukhari dan Muslim)
F. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan Orang-Orang Musyrik atau Yahudi
عن سعد بن أَبي وَقَّاص رضي اللَّه عنه قال : كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم سِتَّةَ نفَر ، فقال المُشْرِكُونَ للنَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : اطْرُدْ هُؤُلاءِ لا يَجْتَرِئُون عليْنا ، وكُنْتُ أَنا وابْنُ مسْعُودٍ ورجُل مِنْ هُذَيْلِ وبِلال ورجلانِ لَستُ أُسمِّيهِما ، فَوقَعَ في نَفْسِ رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ما شاءَ اللَّه أَن يقعَ فحدث نفْسهُ ، فأَنْزَلَ اللَّهُ تعالى : { ولا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُون رَبَّهُمْ بالْغَداةِ والعَشِيِّ يُريدُونَ وجْهَهُ } [ الأنعام : 52 ] .رواه مسلم
Dari Sa’ad bin Abu Waqqash radhiyallahu anhu, katanya: “Kita beserta Nabi shallallahu alaihi wasallam dan kita semua ada enam orang -selain Beliau shallallahu alaihi wasallam-. Kaum musyrikin lalu berkata: “Usirlah keenam orang itu, supaya mereka tidak berani -bersikap tidak sopan- kepada kita. Enam orang itu ialah saya -yang merawikan hadits ini-, Ibnu Mas’ud, seorang dari kabilah Hudzail, Bilal dan dua orang lagi yang tidak saya sebut namanya. Mereka ini dianggap tidak setaraf derajatnya oleh kaum musyrikin kalau duduk-duduk bersama mereka. Hal itu mengesan sekali dalam jiwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sedalam yang dikehendaki oleh Allah pengesanannya. Beliau mengusikkan itu dalam jiwanya, kemudian turunlah firman Allah -yang artinya-: “Janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru kepada Tuhannya di waktu pagi dan sore yang mereka itu sama menginginkan keridhaan Allah belaka.” (al-An’am: 52). (HR. Muslim)
عن أَسْمَاءَ بنْتِ أبي بكْرٍ الصِّدِّيقِ رضي اللَّه عنهما قالت : قَدِمتْ عليَّ أُمِّي وهِي مُشركة في عهْدِ رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَاسْتَفتَيْتُ رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قلتُ : قَدِمتْ عَليَّ أُمِّى وَهِى راغبةٌ ، أَفأَصِلُ أُمِّي ؟ قال : « نَعمْ صِلي أُمَّكِ » متفق عليه
Dari Asma’ binti Abu Bakar as-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma, katanya: “Ibuku datang ke tempatku sedang dia adalah seorang musyrik di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam -Yaitu disaat berlangsungnya perjanjian Hudaibiyah antara Nabi shallallahu alaihi wasallam dan kaum musyrikin. Kemudian saya meminta fatwa kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, saya berkata: “Ibuku datang padaku dan ia ingin meminta sesuatu, apakah boleh saya hubungi ibuku itu, padahal ia musyrik?” Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Ya, hubungilah ibumu.” (Muttafaqun ‘alaih)
وعن أَنسٍ ، رضي اللَّهُ عنه ، قال : كانَ غُلامٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُم النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، فمرِضَ فأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يعُودهُ ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ فقالَ لَهُ : « أَسْلِمْ » فنَظَرَ إِلى أَبِيهِ وهُو عِنْدَهُ؟ فقال : أَطِعْ أَبا الْقاسِمِ ، فَأَسْلَم ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، وَهُوَ يقولُ : « الحَمْدُ للَّهِ الَّذي أَنْقذهُ مِنَ النَّارِ » . رواه البخاري
Dari Anas radhiyallahu anhu., katanya: “Ada seorang anak Yahudi yang menjadi pelayan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu ia sakit. Ia didatangi oleh Nabi shalallahu alaihi wasallam untuk menjenguknya. Beliau shalallahu alaihi wasalam lalu duduk di dekat kepalanya, lalu bersabda padanya: “Masuklah agama Islam!” Anak itu lalu melihat kepada ayahnya yang ketika itu sudah ada di sisinya -seolah-olah anak tadi meminta pertimbangan pada ayahnya-. Ayahnya berkata: “Taatilah kehendak Abul Qasim” -yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Anak itu lalu menyatakan masuk Islam, setelah itu Nabi shalallahu alaihi wasalam keluar dan beliau bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak itu dari siksa api neraka.” (Riwayat Imam Bukhari)
G. Budi pekerti Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Terhadap Wanita dan Pembantu
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha pula, katanya: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam itu sama sekali tidak pernah memukul dengan tangannya, baik terhadap seorang wanita ataupun pelayan, melainkan di waktu beliau shallallahu alaihi wasallam sedang berjihad fisabilillah -yakni di medan pertempuran melawan kaum kafir-. Tidak pernah pula beliau shallallahu alaihi wasallam itu terkena sesuatu yang menyakiti, lalu memberikan pembalasan kepada orang yang berbuat terhadap beliau itu, kecuali jikalau ada sesuatu dari larangan-larangan Allah dilanggar, maka beliau memberikan pembalasan karena mengharapkan keridhaan Allah Ta’ala.” (HR. Muslim)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu ia berkata: Aku telah melayani (menjadi pembantu) Rasulullah selamat 10 tahun, dan demi Allah (selama itu), ia belum pernah berkata kepadaku “Ah” sama sekali. Ia juga belum pernah berkata atas apa yang telah aku lakukan: ‘mengapa kau melakukan ini dan itu’. Ia pun belum pernah berkata atas apa yang belum aku lakukan ‘ada baiknya kau laukan ini?.” (HR. At-Tirmidzi)
H. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dan Orang Yang Melakukan Dosa
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ”إذا زنت الأمة فتبين زناها فليجلدها الحد، ولا يثرب عليها، ثم إن زنت الثانية فليجلدها الحد ولا يثرب عليها، ثم إن زنت الثالثة فليبعها ولو بحبل من شعر” ((متفق عليه))
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhuma: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sabdanya:
“Jikalau seseorang ‘Amah – hamba sahaya wanita – itu berzina, kemudian benar-benar nyata zinanya itu, maka hendaklah ia diberi hukuman – sebanyak lima puluh kali pukulan dengan cemeti – sesuai dengan had yang ditentukan dan jangan mengolok-oloknya. Kemudian jikalau ia berzina lagi, maka hukumlah pula sebagai hadnya dan jangan pula diperolok-olokkan. Selanjutnya jikalau ia berzina untuk ketiga kalinya, maka hendaklah ia dijual saja – dengan menunjukkan perilakunya yang tercela kepada calon pembelinya – sekalipun dengan harga sebanding dengan seutas tali dari rambut.”
(Muttafaqun ‘alaih)
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: أتى النبي صلى الله عليه وسلم برجل قد شرب خمرًا قال: ”اضربوه” قال أبو هريرة : فمنا الضارب بيده، والضارب بنعله، والضارب بثوبه. فلما انصرف قال بعض القوم: أخزاك الله قال: ”لا تقولوا هكذا لا تعينوا عليه الشيطان” ((رواه البخاري)).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam didatangi oleh sahabatsahabatnya dengan membawa seorang lelaki yang telah minum arak. Kemudian beliau bersabda:
“Pukullah ia-sebagai hadnya.”
Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata: “Di antara kita ada yang memukul orang itu dengan tangannya, ada pula yang memukulnya dengan terumpahnya, bahkan ada yang memukulnya dengan pakaiannya. Setelah orang itu pergi, lalu sebagian orang banyak itu ada yang berkata: “Semoga engkau dihinakan oleh Allah.” Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Jangan berkata demikian itu, janganlah engkau semua memberikan pertolongan kepada syaitan – untuk menggodanya lagi.”
(HR. Al-Bukhari)
Itulah beberapa riwayat yang menunjukkan kemuliaan dan keagungan budi pekerti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berinteraksi terhadap manusia, dan masih banyak riwayat lainnya. Semoga kita bisa meneladaninya.
Oleh: Abul Fata Mifta Murod, S. Ud, Lc
Artikel:
alghurobasite.wordpress.com
Inilahfikih.com