FIKIH AQIQAH
Diantara sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang berkaitan dengan lahirnya seorang bayi adalah aqiqah. Untuk lebih memantapkan diri kita tentang syariat yang satu ini maka dalam kesempatan ini kami paparkan hukum-hukum seputar aqiqah, semoga menambah wawasan keilmuan kita.
Berikut hukum-hukum seputar aqiqah:
A. Definisi Aqiqah
Aqiqah adalah nama untuk kambing yang disembelih berkaitan dengan kelahiran bayi dalam rangka bersyukur kepada Allah dengan niat dan syarat-syarat tertentu.
B. Hukum Aqiqah
Menurut mayoritas ulama aqiqah hukumnya sunnah muakkadah (ditekankan).
Al-Imam Muhammad bin Ismail Ash-Shon’ani Rahimahullah dalam kitabnya Subulus Salam mengatakan:”Dalam masalah ini ada beberapa pendapat ulama, menurut mayoritas ulama (aqiqah) hukumnya sunnah, adapun menurut Dawud (ulama madzhab dzohiri) dan yang mengikutinya bahwa aqiqah adalah wajib”.
Qodhi Abu Syuja’ Asy-Syafii Rahimahullah berkata dalam kitabnya At-Taqrib:”Aqiqah itu hukumnya sunnah”.
C. Dalil Pensyariatan Aqiqah
Terdapat hadis-hadis sahih yang menunjukkan bahwa aqiqah disyariatkan.
Dari Salman bin Amir Adh-Dhabby Radhiyallahu Anhu, ia bertutur: Saya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:”Bersama (lahirnya) seorang anak itu ada aqiqahnya. Karena itu, alirkanlah darah untuknya dan singkirkanlah gangguan darinya”. (HR. Ibnu Majah)
Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata:Rasulul
lah pernah memerintahkan kami memotong aqiqah dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan seekor kambing untuk anak perempuan.” (HR. Ibu Majah dan At-Tirmidzi).
Dari Hasan bin Samurah dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam beliau bersabda:”Setiap anak (yang baru lahir) tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, digundul rambutnya dan diberi nama (pada hari itu juga).” (HR. Ibnu Majah, At-Tirmidzi dan An-Nasai).
Dan masih banyak hadis sahih lainnya.
D. Maksud Sabda Nabi” Setiap Anak (Yang Baru Lahir) Tergadai Dengan Aqiqahnya”
Para ulama berbeda pendapat didalam memaknai ucapan Nabi Shallallahu Alaihi Wassallam “Setiap anak (yang lahir) tergadai dengan aqiqahnya”, berikut pendapat ulama:
1. Setiap anak kecil yang meninggal sedangkan belum diaqiqahi maka tidak bisa memberi syafaat kepada orang tuanya. Ini pendapat Imam Ahmad Rahimahullah, namun sebagian ulama menilai pendapat ini kurang tepat karena orang tualah yang lebih berhak memberi syafaat atas izin Allah.
2. Aqiqah adalah sesuatu yang harus dilakukan, tidak boleh ditinggalkan sebagaimana dalam transaksi gadai dalam menebus barang gadaiannya. Pernyataan ini menguatkan pendapat madzhab Dzohiri yang mewajibkan aqiqah.
3. Sebagian mengatakan bayi tersebut selalu dalam incaran gangguan setan maka dengan aqiqah akan hilang gangguan tersebut.
4. Sebagian mengatakan, maksudnya adalah manfaatnya tidak akan sempurna, selama belum ditebus. Suatu kenikmatan tidak akan sempurna atas orang yang dikaruniai kenikmatan tersebut kecuali apabila disyukuri.
E. Waktu Beraqiqah
Para ulama sepakat bahwa waktu yang paling utama adalah dihari ketuju dari kelahiran sang bayi.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:”Setiap anak (yang baru lahir) tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketuju, dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu daud, An-Nasai dan At-Tirmidzi).
Apabila bayi meninggal sebelum hari ketuju Madzhab Syafii tetap menganjurkannya. Madzhab Syafii dan Hanbali membolehkan juga beraqiqah sebelum hari ketuju dan ini dinukil oleh Ibnu Hazm Rahimahullah dari Muhammad bin Sirin Rahimahullah dan para tabiin.
Adapun setelah terlewat dari hari ketuju sedangkan belum diaqiqahi para ulama berbeda pendapat, menurut Madzhab Hanbali jika terlewat dari hari ketuju maka aqiqah pada hari keempat belas, jika terlewat maka dihari kedua puluh satu. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:”Kambing aqiqah disembelih pada hari ketuju, atau keempat belas, atau kedua puluh satu.” (HR. Al-Baihaqi).
Menurut Imam Malik aqiqah tidak dianjurkan jika terlewat dari hari ketuju. Adapun menurut Imam Asy-Syafii bahwa aqiqah jika terlewat dari hari ketuju tetap dianjurkan kapan saja, namun dianjurkan jangan sampai sang bayi menginjak usia balig.
F. Ketentuan Hewan Aqiqah Dan Hukum Yang Berkaitan Dengannya
Berikut hal-hal yang berkaitan dengan hewan qurban dan hukum yang berkaitan dengannya:
1. Dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan dan satu ekor kambing untuk anak perempuan.
Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata:Rasulul
lah Shallallahu Alaihi Wassallam pernah memerintahkan kami memotong aqiqah dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan seekor kambing untuk anak perempuan.” (HR. Ibu Majah dan At-Tirmidzi).
2. Walaupun ada perbedaan dikalangan ulama tentang hewan apa saja yang diperbolehkan untuk aqiqah, namun pendapat yang kuat adalah hanya diperbolehkan beraqiqah dengan kambing. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:”Bagi bayi laki-laki dua ekor kambing dan bagi bayi perempuan satu ekor kambing”
3. Dianjurkan sekali hewan aqiqah terbebas dari cacat. Imam Taqiyuddin Al-Hishni Asy-Syafii Rahimahullah berkata:”Ketahuilah bahwa hewan untuk aqiqah seperti hewan untuk berqurban dalam usia dan selamat dari cacat, hal ini berlaku qiyas dan ini pendapat yang paling sahih.” Syaikh Abu Malik Rahimahullah dalam kitabnya Sahih Fiqhus Sunnah berkata:”Seyogyanya hewan aqiqah terbebas dari cacat, sebagaimana cacat yang menjadikan tidak sahnya qurban”. Namun menurut Imam Ibnu Hazm Rahimahullah diperbolehkan beraqiqah dengan hewan yang cacat, beliau berkata:”Diperbolehkan aqiqah dengan hewan yang cacat, baik cacatnya masih diperbolehkan atau tidak diperbolehkan pada hewan qurban, namun yang selamat dari cacat lebih utama.”
4. Jika seseorang belum diaqiqahi diwaktu kelahirannya, ternyata berkeinginan melakukan qurban maka para ulama menganjurkan untuk mendahulukan berqurban, karena waktu berqurban terbatas yaitu hanya dihari idul adha dan hari tasyriq, adapun aqiqah waktunya tidak terbatas.
5. Dianjurkan bersedekah dengan hewan aqiqah yang sudah dimasak atau siap saji bahkan sebagian ulama syafii mengatakan bahwa hasil olahan hewan aqiqah yang lebih afdhol diantar ke rumah-rumah atau tempat penerima aqiqah daripada mengundang mereka untuk kumpul dan makan dirumahnya, namun hal ini pun diperbolehkan.
6. Mayoritas ulama syafii menganjurkan agar tidak memecahkan tulang hewan saat melepas daging dari tulang hewan aqiqah sebagai bentuk harapan agar anggota badan bayi selamat (sehat), namun pendapat ini lemah karena tidak ada dalil yang menguatkan.
7. Beraqiqah dengan menyembelih hewan lebih baik dan lebih sesuai tuntutan Nabi daripada bersedah dengan senilai uang, karena rangkaian dari aqiqah memiliki makna dan maksud tersendiri dan merupakan bagian ibadah tersendiri.
8. Larangan bayi tersentuh atau terkena darah hewan aqiqah adalah pendapat yang keliru bahkan dinilai sebagai keyakinan jahiliyah.
9. Dalam penyembelihan hewan aqiqah tidak ada istilah iuran atau berserikat dalam aqiqah berbeda dengan hewan qurban, akan tetapi setiap satu hewan aqiqah hanya untuk satu bayi.
10. Penyaluran hewan aqiqah disamakan dengan hewan qurban, di masak dan dimakan, disedekahkan dan dihadiahkan. Tidak boleh menjual daging, kulit dan lainnya. Imam Ibnu Rusyd Rahimahullah berkata:”Adapun hukum daging hewan aqiqah, kulit dan seluruh anggota tubuhnya seperti hewan qurban, agar memakannya, sedekah, dan dilarang menjualnya.” Sebagian ulama menganjurkan untuk memberikan kaki kambing dari hewan aqiqah kepada bidan (dukun bayi) sebagaimana dalam hadis “Dan berikanlah kaki kambing aqiqah kepada bidan/dokter/duku bayi.”(HR. Al-Hakim), namun menurut syaikh Abu Malik Rahimahullah dalam kitabnya Sahih Fiqhus Sunnah hal ini tidak sahih. Diperbolehkan memberikan aqiqah kepada Ahludz-dzimmah terutama yang miskin yaitu orang kafir yang membayar jizyah dan tidak memerangi orang Islam.
11. Pendapat yang kuat bahwa tidak diperbolehkan menggabungkan aqiqah dengan qurban atau sebaliknya karena masing-masing memiliki sebab yang berbeda dan merupakan ibadah yang berbeda.
12. Yang paling berhak melakukan aqiqah seorang bayi adalah bapaknya atau orang yang berkewajiban menafkahi anak tersebut, namun boleh juga dilakukan oleh selain mereka. Waktu penyembelihan hewan aqiqah yang paling utama adalah disiang hari.
13. Tidak boleh beraqiqah sebelum bayi lahir
Wallahu A’lam. Semoga Bermanfaat
Referensi:
1. Bidayatul Mujtahid Wanihayatul Muqtashid Karya Imam Ibnu Rusyd
2. Kifayatul Akhyar Karya Imam Taqiyuddin Al-Hishni Asy-Syafii
3. Subulus Salam Karya Imam Ash-Shon’ani
4. Sahih Fiqhus Sunnah Karya Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim
5. At-Taqrib Karya Qodhi Abu Syuja’ Asy-Syafii
6. Panduan Praktis Aqiqah Berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah Karya Abu Muhammad Ibnu Salih B. Hasbullah
7. Al-Wajiz Karya Syaikh Abdul Adzim bin Badawi Al-Khalafi
Oleh: Abul Fata Miftah Murod, S. Ud; Lc
Artikel:
alghurobasite.wordpress.com
Inilahfikih.com